14 Desember 2025

Riau Bermarwah

Mengulas Berita dengan Data Akurat

Dosen Indonesia Ancam Mogok Mengajar Nasional

Bagikan..



 

JAKARTA – Kebijakan Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres)

Nomor 88 tahun 2013 tentang tunjangan kinerja pegawai di lingkungan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), dinilai sangat

diskriminatif. Bunyi pasal 3 ayat (1) poin (f) dijelaskan bahwa, Guru dan

Dosen dikecualikan untuk mendapatkan tunjangan kinerja.

Pemerintah dianggap tidak serius memikirkan kesejahteraan dosen.

Tanggung-jawab yang besar karena harus melakukan Tri Dharma Perguruan

Tinggi dan kualifikasi akademik minimal S2, tidak menjadi acuan yang

sepadan dalam penentuan hak-hak dosen. Ironisnya, hak-hak yang diperoleh

PNS di luar Kemendikbud jauh lebih besar.

Diskriminasi ini memicu ribuan Dosen Indonesia menggalang Petisi yang

mendesak pemerintah untuk merevisi Perpres 88/2013 yang dianggap tidak

adil. Berbagai perhimpunan profesi dosen di Indonesia seperti, Forum

Akademisi Informasi dan Teknologi (FAIT), Grup Dosen Indonesia (GDI),

Forum Dosen Indonesia (FDI) dan Forum Asosiasi Dosen (FAD) mendukung

langkah penggalangan petisi.

“Kami menolak Perpres No. 88/2013 karena telah mendiskriminasi dosen untuk

tidak mendapatkan haknya. Pemerintah harus merevisi perpres tersebut,”

ujar Abdul Hamid, penggagas petisi yang juga Dosen di Universitas Sultan

Ageng Tirtayasa, Banten.

Masih lanjut Abdul Hamid, “Kami telah menggalang Petisi sebagai reaksi

atas ketidakadilan terhadap profesi Dosen yang tidak mendapatkan tunjangan

kinerja, padahal tunjangan kinerja seharusnya otomatis melekat pada status

PNS.”

Senada dengan Abdul Hamid, Sekjen FAIT, Janner Simarmata menegaskan,

penggalangan petisi adalah langkah awal yang dilakukan Dosen Indonesia

untuk menuntut haknya.

“Petisi adalah langkah awal Dosen di seluruh Indonesia menuntut haknya.

Kita akan melihat respon pemerintah,” tegas Janner Simarmata yang juga

dosen di Universitas Negeri Medan.

“Pemerintah sepatutnya mengetahui, tunjangan kinerja dan tunjangan profesi

adalah dua hal yang berbeda. Tunjangan kinerja mengacu pada pekerjaan,

perilaku dan hasil yang otomatis melekat pada PNS. Sedangkan tunjangan

profesi (serdos) mengacu pada pengakuan terhadap dosen sebagai tenaga

professional melalui persyaratan seperti, pendidikan, kepangkatan, nilai

TOEFL dan TPA,” lanjut Janner Simarmata.

“Jika dosen tidak berhak menerima tunjangan kinerja, lantas tunjangan apa

yang didapatkan seorang dosen apabila dia juga belum memperoleh tunjangan

profesi (serdos)?” tanya Janner Simarmata.

Senada dengan rekannya, pengurus GDI, Ranny Emilia, mempertanyakan

penghentian tunjangan fungsional dan tunjangan profesi ketika seorang

dosen sedang tugas belajar.

“Dosen diperlakukan tidak adil dan ketidakpastian hukum terjadi di

Kemendikbud. Buktinya, tunjangan fungsional dan tunjangan profesi

dihentikan ketika seorang dosen sedang tugas belajar. Bukankah tugas

belajar bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi,” sebut Ranny Emilia yang

juga dosen di Universitas Andalas Padang.

Sementara itu, Ketua Umum FAIT, Hotland Sitorus menghimbau Mendikbud agar

segera mengusulkan revisi terhadap Perpres No. 88/2013 kepada Presiden.

“Petisi ini hal yang serius untuk dipikirkan Mendikbud. Ribuan Dosen di

seluruh Indonesia berharap memperoleh haknya. Kenapa justru dipersulit.

Mendikbud harus bertanggungjawab,” tegas Hotland Sitorus.

“Apabila petisi ini tidak ditanggapi pemerintah, bukan tidak mungkin Dosen

di Seluruh Indonesia akan melakukan mogok mengajar nasional,” pungkas

Hotland Sitorus.(rls)